SELAJUR.COM, SAMARINDA – Pernyataan sikap oleh civitas akademika Universitas Mulawarman (Unmul) digaungkan di hadapan publik dan awak media terkait dinamika politik jelang Pemilu 2024.
“Demokrasi yang dibangun dengan susah payah sejak reformasi 1998, terancam oleh perilaku elit politik yang tidak menghormati nilai-nilai demokrasi,” demikian orasi salah satu dosen Unmul Prof Muhammad Aswin, Rabu (7/1/2024) lalu.
Orasi akademisi itu diikuti sejumlah dosen dan perwakilan Badan Eksekutif Mahasiswa Unmul.
Profesor Aswin mencontohkan beberapa keputusan yang dinilai mencederai sistem politik di Indonesia, seperti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mempertontonkan kecacatan demokrasi.
Selain itu, keterlibatan aparatur negara yang tidak netral, pengangkatan pejabat kepala daerah yang tidak transparan dan terbuka, hingga keberpihakan kepala negara dalam Pemilihan Presiden 2024.
“Kami melihat ada potensi nepotisme yang membahayakan sistem demokrasi Indonesia,” ujarnya.
Guru besar Fakultas Pertanian Unmul itu juga mengecam lingkar kekuasaan yang telah mengkooptasi lembaga-lembaga negara seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan MK. Dua lembaga itu dinilai sebagai lembaga yang seharusnya menjaga demokrasi
Dia menuduh lembaga-lembaga itu telah dikendalikan oleh kekuasaan untuk memuaskan ambisi politik.
“KPK dan MK telah kehilangan independensi dan integritas. KPK telah dilemahkan lewat revisi UU KPK yang mengurangi kewenangannya. Sedangkan MK telah mengeluarkan putusan-putusan yang kontroversial dan tidak menjunjung etika hukum. Kami menuntut agar lembaga-lembaga itu dikembalikan ke fungsi dan peran asli sebagai pilar demokrasi,” katanya.
Profesor Aswin juga mengajak seluruh akademisi dan kelompok intelektual lain agar tidak diam dan membisu. Komunitas akademik, menurutnya, harus berani bersikap dan berperan aktif menjaga demokrasi.
“Kami dari sivitas akademika Unmul menyatakan sikap, selamatkan demokrasi, hentikan tindakan serta segala keputusan yang mencederai demokrasi,” tuturnya.
Komunitas akademik itu juga meminta seluruh aparatur negara agar bersikap netral dan tidak memihak dalam momentum elektoral 2024.
Mereka mendesak lingkar kekuasaan tidak boleh menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan kelompok tertentu, termasuk mempolitisasi bantuan sosial, atau bantuan pangan untuk memenangkan calon tertentu.
“Keempat, menyerukan kepada seluruh akademisi dan kelompok intelektual lain untuk terlibat secara luas dan masif dalam menjaga demokrasi kita dari ancaman tirani kekuasaan,” tutup Profesor Aswin.
[RUL/SET]