SELAJUR.COM, JAKARTA – Mengawali awal tahun 2025, kondisi ekonomi kelas menengah di Indonesia menghadapi ancaman serius akibat berbagai kebijakan domestik yang dinilai memberatkan.
Beberapa kebijakan seperti kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen dan pelaksanaan Program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) diperkirakan membawa dampak langsung pada daya beli kelas menengah yang selama ini menjadi penopang utama konsumsi domestik.
Achmad Nur Hidayat, seorang ekonom sekaligus pakar kebijakan publik dari Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta, menjelaskan bahwa kebijakan ini tidak hanya berdampak pada masyarakat miskin tetapi juga pada kelas menengah.
“Ketika harga kebutuhan pokok melonjak, kemampuan belanja mereka tergerus, sehingga mengancam pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan,” ujar Achmad dihubungi via telepon, Kamis (2/12/2025).
Kebijakan Domestik dan Ketidakpastian Global
Tekanan yang dirasakan kelas menengah tidak hanya berasal dari kebijakan domestik.
Ketidakpastian ekonomi global turut memperburuk situasi.
Dalam kondisi ini, kelas menengah diharuskan lebih bijak dalam mengelola keuangan agar tidak semakin terpuruk.
Achmad menekankan pentingnya diversifikasi pendapatan, termasuk memanfaatkan peluang usaha sampingan atau investasi.
“Membuat anggaran bulanan yang ketat dapat membantu memastikan pengeluaran tidak melebihi pendapatan, sekaligus memberikan ruang untuk menabung,” katanya.
Ia juga menyoroti peluang di sektor ekonomi digital sebagai salah satu solusi untuk menambah penghasilan.
“Manfaatkan juga peluang di sektor ekonomi digital, seperti menjadi freelancer atau menjual produk secara online,” tambahnya.
Literasi Keuangan jadi Kunci Bertahan
Selain langkah konkret untuk menambah pendapatan, Achmad menegaskan pentingnya peningkatan literasi keuangan.
“Hindari penggunaan kartu kredit atau pinjaman untuk kebutuhan konsumtif, dan prioritaskan tabungan untuk dana darurat,” tuturnya.
Achmad juga menyarankan agar kelas menengah lebih selektif dalam memilih investasi dan fokus pada aset berisiko rendah yang memberikan pengembalian stabil.
“Ini bisa meminimalisir risiko anjlok nya pendapatan,” tandasnya.
[RED/SET]