SELAJUR.COM, SAMARINDA – Kebijakan penerapan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) menjadi polemik di tengah masyarakat Indonesia. Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 tersebut mewajibkan Pekerja untuk membayar iuran sebesar 2,5 persen lalu sisanya dibayarkan oleh pemberi kerja sebesar 0,5 persen.
Sekretaris DPC GMNI Kota Samarinda, Bernardus Ricard Tani Parera sangat menyayangkan kebijakan tersebut karena hanya memberikan beban bagi pekerja.
“Walaupun tabungan tersebut tidak hilang, namun produk kebijakan ini dibuat menjadi beban tersendiri bagi pekerja, bahkan saat ini upah yang diterima oleh pekerja pun belum dapat memenuhi kebutuhan sehari hari mereka karena harga kebutuhan pokok semakin meningkat,” ucapnya, Senin (3/6/24).
Dirinya menyampaikan bahwa, jika dikalkulasikan dengan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) Samarinda tidak memungkinkan jika pekerja mendapatkan tempat tinggal dalam 50 tahun kedepan.
“Kalau kita hitung untuk UMK Samarinda lalu pekerja yang bekerja selama 50 tahun hanya sekitar 61 juta, tahun ini saja dengan jumlah sebesar itu tentu tidak cukup untuk mendapatkan rumah apalagi 50 tahun kedepan,” tandasnya.
Alumni Politeknik Pertanian Negeri Samarinda (Politani) ini menyampaikan, pemerintah pusat harusnya lebih peka dengan kondisi finansial pekerja bukan menambah persoalan pekerja.
“Pemerintah harus mendengarkan aspirasi pekerja dan melihat kondisi ekonomi pekerja yang menjadi objek dari aturan tersebut,” pungkasnya.
[SET/RED]