Oleh: Sri Andini, S.Ag.(*)
KASUS KEKERASAN terhadap guru kian terjadi. Inilah bukti dan gambaran bahwa guru yang seharusnya dihormati malah menjadi sasaran kekerasan oleh beberapa ‘oknum‘ murid. Ini menandakan rendahnya output yang terlahir dari sistem pendidikan kapitalis sekuler saat ini.
Bagaimana dalam kurikulum, yang ada berkata bahwa untuk mencetak siswa yang berkarakter. Tetapi, kenyataannya, semakin terlihat bagaimana adab etika seorang siswa yang semakin hari semakin memperhatinkan. Yakni, diantaranya, berani melawan gurunya dan bahkan menantang gurunya untuk berduel.
Yang seharusnya guru itu mereka hormati dan hargai. Karena, guru adalah sebagai orang tua siswa disekolah yang mendidik dan memberikan pengajaran serta bimbingan kepada para siswa-siswanya. Agar siswanya menjadi orang yang berilmu dan beradab. Tetapi, kenyataannya yang banyak terjadi.
Justru siswa-siswanya mengalami dekadensi moral, dan mirisnya lagi, para pendidik tidak bisa berbuat banyak. Untuk menegur atau menasehati siswa. Karena, guru tersebut akan berhadapan dengan hukum, guru tersebut akan dilaporkan ke polisi. Sehingga membuat guru enggan dan takut.
Untuk menegur daripada nanti bermasalah dengan hukum lebih baik diamkan karena tidak ada payung hukum untuk melindungi guru.
Berita yang viral terjadi seorang guru dilaporkan oleh orang tua siswa dan sempat dipenjara, akhirnya kelakuan buruk siswa nya semakin menjadi-jadi, karena tidak ada yang mengingatkan bahwa perbuatannya salah.
Apalagi kalau dirumah tidak dididik dengan nilai-nilai agama sehingga hidupnya jauh dari nilai-nilai agama dan tidak berakhlaq ini menambah keterpurukan / dekandensi moral pada siswa.
Prihatin tanpa tindakan nyata oleh penguasa akan kekerasan terhadap guru hanyalah tiada arti. Penguasa harus betul-betul memperhatikan sistem pendidikan saat ini, apalagi terkait guru.
Sudahlah kondisi guru gajinya tidak seberapa, kerjanya full, ditambah perlakuan kekerasan kepada mereka, di mana kepedulian negara? Sebab jika seorang guru menegur siswa nya yang berbuat salah misal tidak kerjakan tugas berulang-ulang, ribut di kelas, atau pelanggaran-pelanggaran lain yang dlakukan siswa.
Kalau siswa dan orangtuanya tidak terima atas sikap gurunya yang menegur maka akan dilaporkan kepihak aparat dan inilah tidak ada payung hukum yang bisa melindungin hak-hak seorang guru sebagai pendidik.
Wacana ganti menteri ganti kurikulum gambaran kelemahan sistem pendidikan saat ini, gambaran kurikulum merdeka saja sudah terlihat rusaknya.
Ini menjadi tradisi yang berulang-ulang setiap ganti menteri ganti kurikulum guru. Kemudian, siswa sering jadi kelinci percobaan dan korban dari keberlakuan kebijakan kurikulum baru, yang menyita banyak waktu bagi guru.
Untuk mempersiapkan adminitrasi guru yang menumpuk belum lagi harus mengikuti seminar-seminar, workshop, pelatihan-pelatihan yang memerlukan waktu. Sehingga tugas utama mengajarnya jadi terbengkalai.
Meninggalkan tugasnya mengajar dan mendidik siswa-siswanya ini menjadi salah satu penyebeb siswanya kurang mendapatkan ilmu dan pendidikan moral, karena guru nya sibuk.
Yang seharusnya guru itu tugas utamanya adalah memndidik dan membimbing. Guru, seharusnya fokus menjadi guru profesional, mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi setiap proses pembelajaran menjadi sibuk mengurusi administrasi.
Regulasi yang dibuat Kemendikbud itu, seolah ada ketakpercayaan terhadap kinerja guru. Akibatnya, guru diharuskan mengerjakan setumpuk administrasi sebagai bukti kinerjanya, dan tentu ini menjadi beban bagi guru dan membuang waktu serta menguras pikiran guru.
>>>> (Lanjutan)