SELAJUR.COM, SAMARINDA – Sorot mata yang tajam, sesekali membetulkan letak kacamatanya ketika mengendus peristiwa kejahatan kriminal, membawa jalan cerita jurnalis wanita berusia 24 tahun itu, menjadi buah bibir perbincangan di kalangan wartawan metropolitan.
Riani justru tak menyangka, jari-jemarinya mengantarkannya kepada pengalaman yang tak terduga, mengungkap peristiwa kejahatan oknum prajurit TNI di Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara), yang tega membunuh wanita diduga adalah pacarnya, beberapa waktu lalu.
Terlahir dengan nama Riani Rahayu pada 21 Desember 1997, sosok Riani ini tidak pernah sekalipun mengenyam pendidikan dengan jurusan jurnalistik maupun pewarta.
Bahkan Ia duduk di bangku jurusan kebidanan Politeknik Kesehatan (Poltekkes) Kota Balikpapan, pada tahun silam. Bermodalkan kegemarannya dalam menulis dan membaca, Riani memperoleh pekerjaan di sebuah surat kabar lokal sebagai seorang wartawan.
Siang terih yang menyengat, dengan peluh keringat membasahi hijab yang dikenakannya, Ia dengan sontak, mendengar peristiwa pembunuhan tersebut. Bahkan dirinya merasa, adanya kejanggalan dari kasus itu. Tak sedikit, jurnalis yang enggan mengangkat berita tersebut.
“Aku udah ngajak beberapa rekan-rekan (jurnalis), tapi pada enggak mau,” katanya.
Dengan berbekal keberanian, Ia mencoba mengulas berbagai sumber dari beberapa kolega.
Alhasil, Riani merupakan satu-satunya, jurnalis kriminal yang diizinkan terjun di Tempat Kejadian Perkara (TKP) berjarak puluhan kilometer menuju titik lokasi.
“Saya menjadi satu-satunya jurnalis pada saat itu, meliput kasus pembunuhan wanita oleh oknum TNI. Jauh di pelosok Jalan Transat Balikpapan,” ucap Riani.
Selain itu, kerumitan dalam proses investigasi merupakan tantangan tersendiri yang dihadapi oleh sosok dengan panggilan akrab Rian ini.
Di usia yang terbilang muda itu, Riani telah dihadapkan situasi yang cukup berbahaya. Tak tanggung-tanggung, risiko yang selalu mengancam kebanyakan jurnalis adalah teror dan ancaman.
“Aku pernah diteror oleh orang tak dikenal, sampai puluhan kali di nomor hape ku hingga pembajakan akun sosial media, untungnya masih selamat sampai sekarang” ujar dia sembari mengelus dada.
Namun, dengan pengalaman yang dimiliki dan pengetahuan jurnalisnya yang telah sesuai dengan Kode Etik Jurnalis (KEJ). Membuat Riani tak gentar untuk terus menggoreskan karyanya demi mencerdaskan masyarakat.
“Menjadi Jurnalis adalah profesi yang begitu mulia. Di saat orang dirudung ketakutan. Kita malah maju terdepan mengabadikan peristiwa faktual di depan mata kita, dan mengantarkannya kepada seluruh pembaca kami,” ungkap Riani dengan senyum.
Penulis: Topan Setiawan.