SELAJUR.COM, Samarinda – Konflik lahan di kawasan Polder Air Hitam kembali menjadi sorotan setelah tujuh warga mengklaim tanah mereka belum mendapatkan ganti rugi dari Pemerintah Kota Samarinda.
Lahan yang kini telah dibangun menjadi gedung anggar atau taekwondo itu masih dipersengketakan, meskipun pemerintah menyatakan telah menyelesaikan pembayarannya sejak 2013.
Ketua Komisi I DPRD Samarinda, Samri Shaputra, menjelaskan bahwa pemerintah kota sebenarnya telah membebaskan lahan tersebut. Namun, belakangan muncul klaim baru dari masyarakat yang merasa belum menerima pembayaran.
“Dari aset mengakui masih ada tujuh orang yang belum dibebaskan lahannya, tetapi mereka harus mengajukan penentuan titik koordinat ke BPN dulu. Jangan sampai kita main bayar lagi, nanti ada lagi yang mengaku sebagai pemilik,” ujar Samri Shaputra, baru-baru ini.
Menurutnya, penentuan titik koordinat ini penting agar kejelasan status lahan bisa dipastikan. Ia juga mengungkapkan kekhawatiran adanya kemungkinan kesalahan pembayaran di masa lalu.
“Bisa saja pemerintah kota sudah membayar kepada pemilik awal, tetapi ternyata lahan itu sudah dijual lagi ke pihak lain. Hal-hal seperti ini sering terjadi,” tambahnya.
Selain kasus di Polder Hairitam, Samri juga menyoroti masalah lain, seperti tanah yang diklaim sebagai lahan transmigrasi serta rencana pengadaan lahan untuk pemakaman umum di setiap kecamatan.
Dikatakannya, semua masalah ini harus ditelusuri secara hati-hati agar tidak ada keputusan yang salah di kemudian hari.
DPRD akan menggelar hearing lanjutan setelah pemilik lahan mengajukan permohonan ke BPN. “Kami siap mendampingi masyarakat, tetapi semuanya harus jelas dan berdasarkan data yang valid,” tutupnya.
[ADV/SET/ALI]