SELAJUR.COM, NTT – Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) angkat bicara terkait proses hukum sidang Komisi Kode Etik Profesi Polri (KKEP) yang melibatkan Ipda Rudi Soik hingga putusan PTDH.
Kabidhumas Polda NTT Kombes Pol. Ariasandy, S.I.K. mengatakan pihaknya menekankan kasus itu berbeda dari yang sebelumnya, terutama karena adanya pemberitaan di media sosial yang menyoroti penanganan kasus oleh oknum tertentu.
Diungkapkannya, pihaknya telah melakukan pengecekan terhadap informasi yang beredar, dan hasil audit menunjukkan bahwa ada ketidaksesuaian dalam mekanisme penanganan yang dilakukan.
“Kami menemukan bahwa prosedur yang seharusnya diikuti tidak dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang ada,” katanya kepada awak media, Senin (14/10/2024).
Dijelaskannya, dalam kasus itu juga telah melibatkan saksi-saksi yang memberikan keterangan bahwa tindakan yang dilakukan oleh oknum anggota Polda tidak sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP).
“Kami menegaskan bahwa pemecatan ini bukan karena intervensi pihak luar, tetapi karena pelanggaran mekanisme yang jelas,” jelasnya.
Diterangkannya, hasil sidang Komisi Kode Etik ditemukan bahwa Ipda Rudi Soik telah menerima beberapa sanksi sebelumnya, termasuk hukuman pidana.
Dituturkannya, pihaknya mengingatkan kepada wartawan dan masyarakat untuk tidak mempremikasi bahwa pemecatan tersebut berkaitan dengan tindakan sewenang-wenang oleh pihak kepolisian.
“Kami ingin agar masyarakat memahami bahwa semua tindakan ini berdasarkan bukti dan proses hukum yang berlaku,” paparnya.
Dalam sidang tersebut, para saksi juga menyatakan bahwa tindakan yang diambil oleh oknum tersebut bertentangan dengan peraturan yang ada, dan bahwa ia meninggalkan proses sidang saat tuntutan dibacakan.
“Atas pelanggaran tersebut, Ipda Rudy Soik mendapat sanksi Penempatan pada tempat khusus selama 14 (empat belas) hari dan mutasi bersifat demosi selama 3 (tiga) tahun keluar wilayah Polda NTT.
Putusan ini berdasarkan Putusan Sidang Kode Etik Profesi Polri Nomor: PUT/34/VIII/2024 tanggal 28 Agustus 2024. Sanksi Demosi selama 3 (tiga) tahun tersebut diputuskan, karena sebelumnya yang bersangkutan Ipda Rudy Soik pernah melakukan pelanggaran dan menjalani empat kali sidang disiplin dan kode etik pada tahun 2015 dan 2017″, jelasnya.
Atas putusan tersebut, Ipda Rudy Soik mengajukan banding sehingga dia tidak melaksanakan sanksi tersebut.
Dari proses sidang banding, diputuskan oleh Komisi Banding, dengan hasil putusan sidang Banding Komisi Kode Etik Polri Nomor: PUT/06/X/2024/Kom Banding, tanggal 9 Oktober 2024 dengan menjatuhkan sanksi dari putusan Komisi Kode Etik Polri menambah putusan sanksi berupa mutasi bersifat demosi selama 5 (lima) tahun terhadap Putusan Sidang KKEP Nomor: PUT/34/VIII/2024 tanggal 28 Agustus 2024.
Dari hasil Pemeriksaan Sidang Kode Etik maka Komisi Kode Etik Polri dalam mengambil keputusannya, Majelis sidang Komisi Kode Etik mempertimbangkan persangkaan.
“Tuntutan dan tanggapan dari pendamping terduga pelanggar sebagaimana tersebut di atas dan penilaian terhadap seluruh fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan pelanggar Ipda Rudy Soik dinyatakan terbukti bersalah dan dijatuhi sanksi berupa perilaku pelanggar dinyatakan sebagai perbuatan tercela dan Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) dari dinas Polri,” pungkasnya.
[*/DIS/SET]