SELAJUR.COM, SAMARINDA – Kisah pilu pasangan suami – istri (Pasutri) berusia lansia tinggal sebatang kara. Dengan keadaan tempat tinggal yang tak layak. berbahan kayu yang sudah rapuh alias Jabuk. Diperkirakan, hampir puluhan tahun. Ditemukan oleh tim TRC-PPA Kaltim, Senin (29/1/2024).
Berdasarkan penelusuran awak media, Pasutri itu terpaksa menempati rumah yang dipinjamkan warga, lantaran rumah miliknya tersebut yang sudah sangat tak layak ditempati, dan apalagi saat ini sedang musim hujan sehingga kerap tergenang banjir.
Rumahnya berada terpencil dan jauh dari pemukiman warga. Tim pun terpaksa harus melalui jalan setapak dan harus ditempuh dengan berjalan kaki.
Dan saat tiba di lokasi, terlihat bangunan yang berukuran kecil dan nyaris tertutupi oleh rerumputan karena lama sudah tidak ditinggali.
Terlihat di dalam rumahnya, genangan air bercampur lumpur setinggi sekitar 20 cm- 30 cm dan dinding yang sudah berlumut.
Suami dari pemilik rumah, Jauri berusia 70 tahun mengatakan, rumah yang didiaminya bersama istrinya tersebut ditinggali sejak tahun 1975 lalu.
“Karena kerap kebanjiran terus dan tidak kuat lagi membersihkannya serta tidak ada biaya untuk merehabnya agar tidak kebanjiran lagi, makanya saya terpaksa tinggalkan dan saat ini sudah sekitar 3 tahun saya tinggalkan,” ucap Jauri.
Jauri menyebut, semenjak ada akitivitas pematangan lahan di bukit sekitar rumahnya, mengakibatkan rumahnya itu kerap tergenang banjir dengan kedalaman hingga dada orang dewasa.
“Dulunya pihak Perusahaan yang menggali sekarang dilanjutkan oleh perumahan, jadi banjirnya itu akibat limbah pematangan lahan tersebut,” sebutnya.
Ia mengaku gelisah pada saat malam hari lantaran khawatir terjadi hujan yang deras dan berakibat banjir yang tinggi.
“Pernah saat banjirnya tinggi, saya terpaksa berdiam diri di rumah lantaran mau keluar takut, sekeliling hanya terlihat air saja, akses keluar sudah tidak kelihatan lagi,” terangnya.
Pihaknya pernah melaporkan musibah yang dialaminya ke pihak perusahaan dan sempat diberikan bantuan.
“Pihak perusahaan pernah memberikan bantuan berupa uang Rp 1 juta dan Rp 2 juta secara berkala dan uangnya tidak cukup untuk merehab rumah dan saya gunakan untuk kebutuhan makan sehari-hari, habis itu tidak ada lagi, termasuk tidak ada peninjauan dari perusahaan sekalipun,” ucapnya.
Ia pun sempat mengungsi di lokasi sekitar air terjun selama satu tahun dan pindah lagi karena tidak mampu membayar listrik bulanannya dan kemudian menempati rumah di Jalan Citanduy Poros milik orang cina.
“Saya disuruh nempati saja, tidak sewa karena saya tidak mampu untuk menyewanya,” pungkasnya.
[*/SET]