SELAJUR.COM, SAMARINDA – Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah melakukan teken revisi terkait Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara menjadi PP Nomor 25 Tahun 2024 pada Kamis, 30 Mei 2024 lalu.
Berdasarkan beleid yang dimaksud, memaktub adanya aturan baru yang memberikan kesempatan organisasi massa atau ormas keagamaan untuk memiliki Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK).
Hal tersebut membawa reaksi kontroversi di tiap elemen masyarakat. Mengingat, Aturan tersebut tertuang dalam Pasal 83A, melalui pasal inilah pemerintah memberi jatah izin tambang untuk ormas. “Dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, WIUPK dapat dapat dilakukan penawaran secara prioritas kepada badan usaha yang dimiliki oleh organisasi kemasyarakatan keagamaan,” demikian bunyi ayat 1.
WIUPK sebagaimana dimaksud pada ayat 1 merupakan wilayah eks Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara atau PKP2B. Selanjutnya dalam ayat 3 disebutkan, IUPK dan/atau kepemilikan saham organisassi kemasyarakatan keagamaan pada badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tidak dapat dipindahtangankan dan/atau dialihkan tanpa persetujuan menteri.
Kemudian dalam ayat 4 disebutkan, kepemilikan saham organisasi kemasyarakatan keagamaan dan badan usaha harus mayoritas dan menjadi saham pengendali. Badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat 4 dilarang bekerja sama dengan pemegang PKP2B sebelumnya dan/atau afilisiasinya,” demikian bunyi ayat 5.
Pasal 83A PP Nomor 25 Tahun 2024 juga menyebutkan bahwa penawaran WIUPK berlaku dalam jangka waktu lima tahun sejak PP ini berlaku.
Sementara itu, ketentuan lebih lanjut soal penawaran WIUPK secara prioritas kepada badan usaha milik ormas keagamaan akan diatur dalam Peraturan Presiden atau Perpres.
Sikap PC GP ANSOR Kota Samarinda
Dalam gejolak reaksi masyarakat di tengah berbagai kebijakan yang dilontarkan. Ketua GP Ansor Kota Samarinda, Abdul Khohar MT memandang bahwa kebijakan pemerintah perlu dilakukan pertimbangan secara kemaslahatan. Kebijakan yang mengedepankan asas persamaan dan keseimbangan rakyat di mata hukum, dan akses ekonomi, pendidikan, sosial, budaya akan mendorong terjadinya dinamika kehidupan yang normal dan maju.
Kesadaran hukum masyarakat hanya bisa tercipta ketika pemerintah menyikapi persoalan hukum dengan asas keberpihakan kepada kebenaran.
“Pemerintah selaku pemangku kepemimpinan dan kekuasaan menggunakan kewenangan yang diamanatkan oleh undang-undang sebagai bentuk tanggung jawab kepada rakyat dengan kebijakan-kebijakan yang lebih baik bukan sekedar maslahah, tetapi prioritas lebih baik untuk menolak dharar dan kerusakan, menarik manfaat dan kebenaran,” tegasnya dalam siaran pers diterima media ini,
Selaku Pimpinan Badan Otonom (Banom) Nahdlatul Ulama. Tentunya terus menggaungkan kepentingan dan keberpihakan kepada mustadh’afin (Kaum Tertindas).
Pemerintah tidak dibenarkan sekedar hanya mempunyai kebijakan yang baik apabila ia mampu mewujudkan kebijakan yang lebih baik. Sehingga tercipta kesejahteraan yang berkeadilan dan rasa aman yang berketenteraman bagi rakyat. Utamakan Kebijakan Reklamasi Saat ini, bumi pertiwi Ibukota Samarinda Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), tengah dirongrong oleh Kerusakan alam yang terhentikan.
Abdul Khohar kembali mengingatkan, kepada pemangku kebijakan. Untuk lebih memprioritaskan kebijakan reklamasi terhadap ratusan bahkan ribuan lubang tambang ‘Maut’ di daerah sebutan Benua Etam ini.
Tak terkecuali, Kota Samarinda. Tercatat total 47 korban eks lubang tambang dan sebagian besar dari mereka adalah anak-anak sepanjang hingga memasuki tahun 2024. 13 tahun berlalu, hingga kini pemerintah kota maupun Provinsi Kalimantan Timur tidak menindak lubang-lubang tambang yang masih berpotensi memakan korban.
Pimpinan GP Ansor Kota Samarinda, menyayangkan eka lubang tambang kembali memakan korban. Pada tahun 2011, Ia menyarankan kepada pemerintah terkait untuk menutup lubang tambang yang ada di Kalimantan Timur.
Jika memang begitu, Ia mendesak agar pemerintah dapat menutup lubang tambang di area pemukiman, sebab sangat rawan berjatuhan korban. Ia menambahkan, jika tidak bisa menutup, setidaknya pemerintah memberikan penjagaan ataupun larangan untuk aktivitas di area sekitar bekas lubang tambang. Sayangnya, itu tidak pernah dilakukan oleh pemerintah kota maupun Provinsi.
Tak Membuka IUP Tambang
Untuk diketahui bahwa ada dasar hukum yang yang mengatur persoalan tambang ilegal, berdasarkan Pasal 158 UU Minerba, setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa izin usaha pertambangan (IUP), Izin Pertambangan Rakyat (IPR), atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), dan dalam Pasal 37, Pasal 40 ayat (3), Pasal 48, Pasal 67 ayat (1), Pasal 74 ayat (1) atau ayat (5) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun, dan denda paling banyak Rp 10 miliar.
“Berdasarkan aturan yang ada maka selaku pimpinan GP Ansor Kota Samarinda terus mendukung dan mendorong pihak kepolisian untuk menangkap pelaku tambang ilegal itu,” tegasnya.
Khohar menegaskan kepada pihak manapun agar tidak melayani siapapun yang mengatasnamakan Ansor dan melakukan upaya-upaya negosiasi untuk kepentingan pribadi, karena pihaknya sebagai kader maupun kelembagaan tidak akan pernah berhenti untuk mengedepankan kepentingan asas kemanusiaan. Akibat, adanya kerusakan lingkungan.
Mengedepankan Perbaikan Tata Kelola Pertambangan
Seharusnya, Khohar memperjelas bahwa, kebijakan pencabutan 1.749 izin tambang mineral dan 302 izin tambang batubara. Menjadi kesempatan Pemerintah setempat untuk melakukan perbaikan perbaikan tata kelola dan saat yang tepat melakukan moratorium izin, khususnya sektor batubara.
Pencabutan 1.749 izin tambang mineral dan 302 izin tambang batu bara, sekaligus penciutan lahan PKP2B yang diperpanjang menjadi IUPK, justru menjadi momentum untuk fokus terhadap perbaikan tata kelola dan saat yang tepat melakukan moratorium izin, khususnya sektor batubara. Terdapat 3.033 lubang bekas tambang, termasuk tambang batubara, yang tersebar di seluruh Indonesia. Dari jumlah itu, sekitar 1.735 lubang tambang batubara berada di Kaltim.
Bahkan ketakutan kita adalah terdapat 539 lubang bekas tambang di seluruh wilayah Kaltim. Kebanyakan lubang bekas tambang berada di Kabupaten Kutai Kartanegara 264 lubang bekas tambang dan Kota Samarinda 130 lubang bekas tambang (JATAM, 2023).
JATAM Kaltim juga mencatat dalam rentang waktu tujuh tahun, 2011-2024, sudah 47 nyawa melayang karena tewas tenggelam di bekas lubang galian tambang batubara yang tidak direklamasi.
Khohar kembali mengingatkan, bahwa penawaran WIUPK eks PKP2B secara prioritas kepada Ormas Keagamaan juga bisa memicu potensi konflik kepada masyarakat lingkar tambang, masyarakat adat serta dengan ormas-ormas kesukuan yang ada di daerah.
“Ini ketakutan terkait kebijakan ‘Bola Panas’ yang diberikan kepada tokoh setempat. Apabila, tak ditanggapi dengan serius oleh pemerintah setempat,” tandasnya.
[*/RED/SET]